Jumat, 09 November 2012

Kebijakan Nota pelanggan Restoran

Nama : Resti Nurul Fajriah
Npm : 35110769
Kelas : 3DB20


banyaknya restoran yang menggunakan nota pesanan pelanggan yang telah diberi nomor terlebih dahulu. Setiap layan diberikan nota ini untuk menulis pesanan pelanggan . pelayan diberitahukan untuk tidak membuang satupun nota pelanggan tersebut. Apabila terjadi kesalahan, mereka harus membatalkan nota tersebut dan menulis yang baru. Setiap hari , seluruh nota yang dibatalkan akan dikembalikan ke manajer. Bagaimanakah cara kebijakan ini dapat membantu restoran untuk mengendalikan penerimaan kasnya? 
Jawab :
Dari masalah yang ada dalam restoran ini maka cara kebijakan yang dapat membantu  restoran  untuk menegndalikan penerimaan kasnya , memang seharusnya restoran pada umumnya harus menggunakan nota agar setiap pelanggan dapat mempermudah dalam memesan makanan yang diinginkan dan jumlah makanan yang sudah dipesan oleh pelanggan dapat diketahui  dengan adanya bukti nota tersebut

http://bukuharianyuni.blogspot.com/

Penipuan yang dilakuakan pegawai

Nama : Resti Nurul Fajriah
Npm : 35110769
Kelas : 3DB20

Karyawan KUD Sikat Ratusan Juta

      

              BEBER – Aksi penipuan yang dilakukan oleh oknum pegawai koperasi kembali terjadi. Kali ini satu keluarga asal Desa Sindangkasih, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon tertipu oleh oknum Pegawai Koperasi Unit Desa (KUD) berinisial BR bersama istrinya SN dengan dalih investasi berbunga sebesar 10 persen.
               Kepada Radar, salah satu korban penipuan, Gugun mengatakan bahwa pada awalnya oknum yang ternyata masih ada hubungan kerabat dengannya menawarkan investasi yang menggiurkan, berupa dana segar kepada koperasi tempat dia bekerja. Tidak hanya Gugun, seluruh anggota keluarganya pun ikut berinvestasi, sehingga jumlah total uang diberikan oleh keluarga Gugun sebanyak Rp430 juta. “Uang yang kami investasikan dipergunakan untuk membayar rekening listrik dan operasional KUD yang terletak di Desa Beber,” katanya, kemarin (25/9) saat berkunjung ke Graha Pena Radar Cirebon.
Kemudian, setelah jalan selama 18 bulan, persentase keuntungan usaha KUD  sebesar 10 persen tiap bulan untuk para investor mulai macet. Empat bulan pertama diakui pembayaran itu lancar, tapi sisanya mulai tersendat-sendat, hingga macet.
Borok penipuan oknum pegawai KUD tersebut mulai tercium setelah sepeda motornya dicuri. Kepada para investor, oknum tersebut mengaku uang yang digunakan untuk pembayaran persentase keuntungan usaha koperasi itu raib bersama motor yang hilang. Tapi, setelah diselidiki, dalam laporan kehilangan, tidak disebutkan sejumlah uang hanya sepeda motornya saja. “Akhirnya, pada tanggal 12 Agustus 2012 lalu, kakak saya Soni melaporkan tindakan itu kepada Polsek Beber, saya dijadikan saksi dan korban,” imbuhnya.
                Ternyata korbannya tidak hanya keluarga Gugun saja. Banyak investor yang melaporkan ke Polsek Beber. Bahkan, ada investor yang sama sekali belum dibayarkan persentase yang dijanjikan 10 persen itu. Khususnya mereka yang baru memasukkan uangnya selama dua sampai tiga bulan, sebelum terbongkarnya kasus penipuan itu. “Alhamdulillah kalau saya pribadi dan keluarga dari total 18 bulan, empat bulan sudah dibayarkan,” ucapnya.
Sebenarnya, Gugun dan investor lain memberikan kesempatan kepada oknum tersebut beberapa bulan untuk mengembalikan dana yang sudah raib. Tapi, pada perjalanannya tidak ada iktikad baik untuk mengambalikan. “Ya kita sudah kasih kesempatan, tapi tak dijalankan,” bebernya.
                  Akhirnya pada Hari Sabtu pagi (22/9) unit reskrim Polsek Beber berhasil menangkap oknum yang berinsial BR dan Ny SN di rumahnya di Desa/Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon. Oleh pihak Polsek Beber, BR langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Sedangkan, Ny SN yang merupakan istri BR hanya dikenakan wajib lapor karena punya balita.
Kapolres Cirebon AKBP H Hero Henrianto Bachtiar SIK MSi didampingi Kapolsek Beber AKP Abdoel Fatah melalui Kanit Reskrim Aiptu Agus Saefudin membenarkan pihaknya telah mengamankan kedua tersangka. “Mereka kami tangkap hari Sabtu pagi (22/9) lalu. Dan mereka (tersangka, red) masih kami periksa dan akan dijerat dengan pasal 378 KUHPidana tentang penipuan,” katanya.
Ditambahkan Agus, kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan koperasi. “Kasus ini hanya dilakukan oleh seorang oknum KUD saja dan tidak ada kaitannya dengan institusi dan pengurus KUD tempat tersangka bekerja,” imbuhnya. (jun/rdh)


 http://radarcirebon.com/2012/09/breakingnews/karyawan-kud-sikat-ratusan-juta/

Minggu, 30 September 2012

Sistem Informasi Akuntansi

Nama : Resti Nurul Fajriah
NPM : 35110769
Kelas : 3DB20



Sistem informasi akuntansi
Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah sistem informasi yang menangani segala sesuatu yang berkenaan dengan Akuntansi. Akuntansi sendiri sebenarnya adalah sebuah sistem informasi. Fungsi penting yang dibentuk SIA pada sebuah organisasi antara lain :
  • Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas dan transaksi.
  • Memproses data menjadi into informasi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
  • Melakukan kontrol secara tepat terhadap aset organisasi.
Subsistem SIA memproses berbagai transaksi keuangan dan transaksi nonkeuangan yang secara langsung memengaruhi pemrosesan transaksi keuangan.
SIA terdiri dari 3 subsistem:
  • Sistem pemrosesan transaksi mendukung proses operasi bisnis harian.
  • Sistem buku besar/ pelaporan keuangan menghasilkan laporan keuangan, seperti laporan laba/rugi, neraca, arus kas, pengembalian pajak.
  • Sistem pelaporan manajemen yang menyediakan pihak manajemen internal berbagai laporan keuangan bertujuan khusus serta informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, seperti anggaran, laporan kinerja, serta laporan pertanggungjawaban.

Manfaat

Sebuah SIA menambah nilai dengan cara:
  • Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu sehingga dapat melakukan aktivitas utama pada value chain secara efektif dan efisien.
  • Meningkatkan kualitas dan mengurangi biaya produk dan jasa yang dihasilkan
  • Meningkatkan efisiensi
  • Meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan
  • Meningkatkan sharing knowledge
  • menambah efisiensi kerja pada bagian keuangan

Ancaman-ancaman atas SIA
  • Salah satu ancaman yang dihadapi perusahaan adalah kehancuran karena bencana alam dan politik, seperti :
        Kebakaran atau panas yang berlebihan
        Banjir, gempa bumi
        Badai angin, dan perang
  • Ancaman kedua bagi perusahaan adalah kesalahan pada software dan tidak berfungsinya peralatan, seperti :
        Kegagalan hardware
        Kesalahan atau terdapat kerusakan pada software, kegagalan sistem operasi, gangguan dan fluktuasi listrik.
        Serta kesalahan pengiriman data yang tidak terdeteksi.
  • Ancaman ketiga bagi perusahaan adalah tindakan yang tidak disengaja, seperti :
       Kecelakaan yang disebabkan kecerobohan manusia
        Kesalahan tidak disengaja karen teledor
        Kehilangan atau salah meletakkan
        Kesalahan logika
        Sistem yang tidak memenuhi kebutuhan perusahaan
  • Ancaman keempat yang dihadapi perusahaan adalah tindakan disengaja, seperti :
        sabotase
        Penipuan komputer
        Penggelapan

  • Beberapa ancaman (threats) lainnya adalah :
  1. Merekrut karyawan yang tidak kualified Hiring of unqualified
  2. Pelanggaran hukum oleh karyawan (Violation of employment law)
  3. Perubahan yang tidak diotorisasi opada file induk pembayaran (master payroll file)
  4. Ketidakakuratan data waktu (Inaccurate time data)
  5. Ketidakakuratan proses pembayaran
  6. Pencurian atau kecurangan pendistribusian pembayaran
  7. Kehilangan atau tidak terotorisasi data pembayaran
  8. Performansi jelek
Mengapa ancaman-ancaman SIA meningkat?
  • Peningkatan jumlah sistem klien/server memiliki arti bahwa informasi tersedia bagi para pekerja yang tidak baik.
  • Oleh karena LAN dan sistem klien/server mendistribusikan data ke banyak pemakai, mereka lebih sulit dikendalikan daripada sistem komputer utama yang terpusat.
  • WAN memberikan pelanggan dan pemasok akses ke sistem dan data mereka satu sama lain, yang menimbulkan kekhawatiran dalam hal kerahasiaan.
Lingkungan Pengendalian
  • Lingkungan pengendalian terdiri dari faktor-faktor berikut ini :
  1. Komitmen atas integritas dan nilai-nilai etika
  2. Filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi
  3. Struktur organisasional
  4. Badan audit dewan komisaris
  5. Metode untuk memberikan otoritas dan tanggung jawab
  6. Kebijakan dan praktik-praktik dalam sumber daya manusia
  7. Pengaruh-pengaruh eksternal
AKTIVITAS PENGENDALIAN

Aktivitas pengendalian bertujuan untuk mengarahkan karyawan agar karyawan dapat bertindak sesuai dengan arahan manajer.
  • Aktivitas yang terkait dengan pelaporan keuangan. Meliputi: Perancangan dokumen yang baik dan penggunaan dokumen bernomor urut tercetak; Pemisahan tugas; Otorisasi atas transaksi; Pengamanan yang memadai; Cek independen atas kinerja rekan sekerja; Penilaian (valuation) atas jumlah yang mesti dicatat yang tepat
  • Aktivitas yang terkait dengan pemrosesan informasi, meliputi pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. Aktivitas ini membantu memastikan reliabilitas dan integritas sistem informasi yang memproses informasi keuangan maupun informasi non keuangan.
PENGENDALIAN UMUM
Meliputi:
  • Pengendalian organisasi.
  • Pengendalian dokumentasi.
  • Pengendalian akuntabilitas aktiva.
  • Pengendalian praktik manajemen.
  • Pengendalian operasi pusat informasi
  • Pengendalian otorisasi
  • Pengendalian akses
PENGENDALIAN AKUNTABILITAS AKTIVA
Sumber daya perusahaan (aktiva) perlu dijaga. Cara menjaga aktiva tersebut antara lain:
  • Penggunaan buku pembantu dalam catatan akuntansi
  • Rekonsiliasi (seperti rekonsiliasi kas dan persediaan)
  • Prosedur acknowledgement sebagai bentuk wujud pertanggungjawaban atas aktiva yang ditangani oleh seseorang atau suatu bagian.
  • Penggunaan log dan register
  • Review oleh pihak independent



Selasa, 26 Juni 2012

Otonomi Daerah

Nama : Resti Nurul. F
Npm : 35110769
Kelas : 2DB20




   BAB  I

     PENDAHULUAN



1.       LATAR BELAKANG

Otonomi Daerah

Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.
Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat bangkit, menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat semua sibuk mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi proyek di daerah.
Dari proyek yang ada ketika itu, ada arus balik antara 10 sampai 20 persen uang kembali ke Jakarta dalam bentuk komisi, sogokan, penanganan proyek yang keuntungan itu dinikmati ke Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan uang ke dalam dan diikuti dengan kebijakan untuk mengambil hutang secara terus menerus. Akibat perilaku buruk aparat pemerintah pusat ini, disinyalir terjadi kebocoran 20 sampai 30 persen dari APBN.
Akibat lebih jauh dari terlalu sibuk mengurusi proyek di daerah, membuat pejabat di pemerintahan nasional tidak ada waktu untuk belajar tentang situasi global, tentang international relation, international economy dan international finance. Mereka terlalu sibuk menggunakan waktu dan energinya untuk mengurus masalah-masalah domestik yang seharusnya bisa diurus pemerintah daerah. Akibatnya mereka tidak bisa mengatasi masalah ketika krisis ekonomi datang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Lahirnya reformasi tahun 1997 akibat ambruknya ekonomi Indonesia dengan tuntutan demokratisasi telah membawa perubahan pada kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya pola hubungan pusat daerah. Tahun 1999 menjadi titik awal terpenting dari sejarah desentralisasi di Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengoreksi UU No.5 Tahun 1974 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan dan perkembangan keadaan.Kedua Undang-Undang tersebut merupakan skema otonomi daerah yang diterapkan mulai tahun 2001. Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang demokratis antara pusat dan daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah bertujuan untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah merealisasikan aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas yang sebelumnya tidak diberikan ketika masa orde baru.


2.      TUJUAN
Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan bisa memacu prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah untuk bisa menjalankan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan keseriusan agar kebijakan ini bisa berhasil dijalankan.


BAB  II

               ISI




1.       PEMBAHASAN

Otonomi daerah diselenggarakan untuk menterjemahkan gagasan desentralisasi sebagai kritik atas kuatnya sentralisasi yang diselenggarakan pada masa pemerintahan rezim Soeharto. Desentralisasi dipilih sebab ia memiliki kelebihan dibanding sentralisasi negara yang melahirkan problem bernegara.
Melalui reformasi, otonomi daerah menjadi kebijakan yang dibuat untuk bisa membangun tata kelola baru yang lebih baik dibanding masa sebelumnya. Otonomi daerah memiliki prinsip-prinsip yang harus ada untuk bisa mencapai tujuan. Prinsip itu adalah:
1.      Adanya pemberian kewenangan dan hak kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri
2.      Dalam menjalankan wewenang dan hak mengurus rumah tangganya, daerah tidak dapat menjalankan di luar  batas-batas wilayahnya
3.      Penyelenggaraan otonomi daerah harus dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, pelayanan yang prima, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
4.      Penyelenggaraan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemampuan daerah dan dilaksanakan secara bertanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat.
5.      Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama yakni politik, ekonomi serta sosial dan budaya.
1.      Bidang politik.
Otonomi daerah adalah sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis. Memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik. Otonomi daerah juga berarti kesempatan membangun struktur pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan daerah, membangun sistem dan pola karir politik dan administrasi yang kompetitif, serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif.
2.      Bidang ekonomi.
Otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah sekaligus terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perijinan usaha dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi untuk masyarakat daerah
3.      Bidang sosial budaya
Otonomi daerah digunakan untuk  menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespons dinamika kehidupan masyarakat.

Implementasi Otonomi daerah bukan tanpa masalah.  Ia melahirkan banyak persoalan ketika diterjemahkan di lapangan. Banyaknya permasalahan yang muncul menunjukan implementasi kebijakan ini menemui kendala-kendala yang harus selalu dievakuasi dan selanjutnya disempurnakan agar tujuannya tercapai. Beberapa persoalan itu adalah:
1.      Kewenangan yang tumpang tindih
Pelaksanaan otonomi daerah masih kental diwarnai oleh kewenangan yang tumpang tindih antar institusi pemerintahan dan aturan yang berlaku, baik antara aturan yang lebih tinggi atau aturan yang lebih rendah. Peletakan kewenangan juga masih menjadi pekerjaan rumah dalam kebijakan ini. Apakah kewenangan itu ada di kabupaten kota atau provinsi.
2.      Anggaran
Banyak terjadi keuangan daerah tidak mencukupi sehingga menghambat pembangunan. Sementara pemerintah daerah lemah dalam kebijakan menarik investasi di daerah. Di sisi yang lain juga banyak terjadi persoalan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD yang merugikan rakyat. Dalam otonomi daerah, paradigma anggaran telah bergeser ke arah apa yang disebut dengan anggaran partisipatif. Tapi dalam prakteknya, keinginan masyarakat akan selalu bertabrakan dengan kepentingan elit sehingga dalam penetapan anggaran belanja daerah, lebih cenderung mencerminkan kepentingan elit daripada kepentingan masyarakat.
3.      Pelayanan Publik
Masih rendahnya pelayanan publik kepada masyarakat. Ini disebabkan rendahnya kompetensi PNS daerah dan tidak jelasnya standar pelayanan yang diberikan. Belum lagi rendahnya akuntabilitas pelayanan yang membuat pelayanan tidak prima. Banyak terjadi juga Pemerintah daerah mengalami kelebihan PNS dengan kompetensi tidak memadai dan kekurangan PNS dengan kualifikasi terbaik. Di sisi yang lain tidak sedikit juga gejala mengedepankan ”Putra Asli Daerah” untuk menduduki jabatan strategis dan mengabaikan profesionalitas jabatan.
4.      Politik Identitas Diri
Menguatnya politik identitas diri selama pelaksanaan otonomi daerah yang mendorong satu daerah berusaha melepaskan diri dari induknya yang sebelumnya menyatu. Otonomi daerah dibayang-bayangi oleh potensi konflik horizontal yang bernuansa etnis
5.      Orientasi Kekuasaan
Otonomi daerah masih menjadi isu pergeseran kekuasaan di kalangan elit daripada isu untuk melayani masyarakat secara lebih efektif. Otonomi daerah diwarnai oleh kepentingan elit lokal yang mencoba memanfaatkan otonomi daerah sebagai momentum untuk mencapai kepentingan politiknya dengan cara memobilisasi massa dan mengembangkan sentimen kedaerahan seperti ”putra daerah” dalam pemilihan kepala daerah.
6.      Lembaga Perwakilan
Meningkatnya kewenangan DPRD ternyata tidak diikuti dengan terserapnya aspirasi masyarakat oleh lembaga perwakilan rakyat. Ini disebabkan oleh kurangnya kompetensi anggota DPRD, termasuk kurangnya pemahaman terhadap peraturan perundangan. Akibatnya meski kewenangan itu ada, tidak berefek terhadap kebijakan yang hadir untuk menguntungkan publik. Persoalan lain juga adalah banyak terjadi campur tangan DPRD dalam penentuan karir pegawai di daerah.
7.      Pemekaran Wilayah
Pemekaran wilayah menjadi masalah sebab ternyata ini tidak dilakukan dengan grand desain dari pemerintah pusat. Semestinya desain itu dengan pertimbangan utama guna menjamin kepentingan nasional secara keseluruhan. Jadi prakarsa pemekaran itu harus muncul dari pusat. Tapi yang terjadi adalah prakarsa dan inisiatif pemekaran itu berasal dari masyarakat di daerah. Ini menimbulkan problem sebab pemekaran lebih didominasi oleh kepentingan elit daerah dan tidak mempertimbangkan kepentingan nasional  secara keseluruhan.
8.      Pilkada Langsung
Pemilihan kepala daerah secara langsung di daerah ternyata menimbulkan banyak persoalan. Pilkada langsung sebenarnya tidak diatur di UUD, sebab yang diatur untuk pemilihan langsung hanyalah presiden. Pilkada langsung menimbulkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan suksesi kepemimpinan ini. Padahal kondisi sosial masyarakat masih terjebak kemiskinan. Disamping itu, pilkada langsung juga telah menimbulkan moral hazard yang luas di masyarakat akibat politik uang yang beredar. Tidak hanya itu pilkada langsung juga tidak menjamin hadirnya kepala daerah yang lebih bagus dari sebelumnya.

Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan bisa memacu prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah untuk bisa menjalankan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan keseriusan agar kebijakan ini bisa berhasil dijalankan. Pokok-pokok penyelenggaraan otonomi daerah meliputi:
1.      Penyerahan kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan serta beberapa bidang kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis nasional, maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan.
2.      Dalam otonomi pemerintahan daerah terbagi atas dua ruang lingkup, bukan tingkatan, yaitu daerah kabupaten dan kota yang diberi status otonomi penuh dan propinsi yang diberi otonomi terbatas. Otonomi penuh berarti tidak adanya operasi pemerintahan pusat di daerah kabupaten dan kota, kecuali untuk bidang-bidang yang dikecualikan tadi. Otonomi terbatas berarti adanya ruang yang tersedia bagi pemerintah pusat untuk melakukan operasi di daerah propinsi.
3.      Gubernur propinsi, selain berstatus kepala daerah otonom, juga sebagai wakil pemerintah pusat. Karena sistem otonomi tidak bertingkat (tidak ada hubungan hierarki antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota), maka hubungan provinsi dan kabupaten bersifat koordinatif, pembinaan dan pengawasan. Sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur mengkoordinasikan tugas-tugas pemerintahan antar kabupaten dan kota di wilayahnya. Gubernur juga melakukan supervisi terhadap pemerintah kabupaten/kota atas pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah pusat serta bertanggung jawab mengawasi penyelenggaraan pemerintah berdasarkan otnomi daerah di dalam wilayahnya.
4.      Adanya penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah. Otonomi daerah memberi kewenangan untuk mempertegas DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah. Selain itu untuk memfungsikan peran pemberdayaan dan penyalur aspirasi masyarakat yang sebenarnya.
5.      Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanaan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah serta lebih responsif dengan kebutuhan daerah.
6.      Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue dari sumber penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi, serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.
7.      Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari pemerintah pusat yang bersifat ”block grant”, pengatura pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.
8.      Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap uapaya memelihara harmoni sosial dan solidaritas sosial suatu bangsa.
Dalam otonomi daerah, ada pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah yang diatur menurut UU No.32 tahun 2004. Pembagian wewenang itu meliputi:
1. Kewewenangan pemerintah pusat (Pasal 10 ayat 3) meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama;
2. Kewenangan Pemerintah Provinsi meliputi (Pasal 13 ayat 1 UU. No. 32 Tahun 2004):
1.      Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2.      Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3.      Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4.      Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.      Penanganan bidang kesehatan;
6.      Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7.      Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8.      Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9.      Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 14 ayat 1, UU No. 32 Tahun 2004)
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah sosial;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;


BAB  III

          PENUTUP



1.      Kesimpulan
Kebijakan otonomi daerah telah melahirkan sejumlah perubahan-perubahan yang cukup penting, terutama di daerah. Di bidang politik, otonomi daerah berdampak positif bagi perkembangan demokrasi lokal. Indikatornya antara lain misalnya, berfungsinya DPRD sebagai lembaga legeslatif daerah. Pada era diberlakukannya UU No.5/1974, DPRD hanyalah kelengkapan eksekutif daerah.

2.      SARAN
Kebijakan Otonomi Daerah telah melahirkan angin segar untuk pelibatan masyarakat, karena kebijakan ini diambil dengan tujuan meningkatkan pelibatan masyarakat. Pemerintahan lokal secara fisik memang lebih dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah mengetahui kebijakan yang diambil pemerintah. Dan kebijakan yang diambil umumnya langsung berkaitan dengan keseharian masyarakat.


Daftar Pustaka..
http://www.transparansi.or.id/tentang/otonomi-daerah/